Saat adzan solat jumat mulai berkumandang, lelaki itu datang ke gerai kami.
Dan khutbah jumat pun dimulai … tapi lelaki itu tak juga beranjak. “Solat pak ?”. lelaki itu tertawa aneh, seperti menyeringai. saya takut, lelaki-lelaki lain berada di dalam masjid, bahkan loper Koran dan majalah di samping kami juga telah menitipkan barangnya pada kami untuk dijaga. Dan laki-laki aneh itu tak bergeming. Saya dan teman saling berpandangan, takut. Berbagai pikiran buruk muncul di kepala kami.
Laki-laki itu tiba-tiba berdiri, membuang puntung rokoknya, berjalan menghampiri kami. “tulis mbak, di situ …”, ujarnya tiba-tiba sambil menunjuk pada kuintansi pembayaran zakat yang kupegang. “saya mau bayar zakat … ”.
“mau zakat pak ? tapi Bapak belum wajib zakat … ”, ujarku hati-hati
Tidak ada komentar … lelaki itu justru merogoh saku celananya, mengeluarkan uang ribuan dan receh yang ada di
“nih bayar … tulis ya …”
Saya memandang rekan, meminta pertimbangan; dia hanya mengangguk-angguk, antara setuju dan takut. Saya mulai menuliskan kuitansi … meminta lelaki aneh itu menyebutkan namanya, ia berpikir seolah-olah lupa. Ketika saya Tanya alamatnya, ia hanya menjawab … “terserah mbak aja”. Saya mengulangi pertanyaan itu dengan pertanyaan tertutup, “ tinggal di
Lelaki aneh itu mengeluarkan uang seribu tiga ratus rupiah dari kantongnya, memberikannya pada saya.
Dan saya pun menuliskannya, infaq : Rp. 1.300,00. (seribu tiga ratus rupiah). Saya memintanya tanda-tangan, tindakan yang belakangan saya sadari sebagai sebuah tindakan aneh. Dan lelaki itu pun menuliskan angka loo di kolom tandatangan. Saya heran dan mengulangi permintaan saya, “tanda-tangan di sini pak”, tangan saya menunjuk kolom tandantangan. “iya itu tanda tangan saya mbak”, ujarnya menyakinkan saya. Saya tersenyum. Memberikan kuitansi form-1 padanya. Lelaki itu mengucapkan terimakasih, tersenyum-senyum dan mengibas-ngibaskan kuitansinya, lalu pergi begitu saja.
Saya masih berdiri mematung. Di dalam ruangan, adzan berkumandang.
Saya lalu teringat beberapa ucapan para calon muzakki lewat telemarketing saat kami menawarkan jemput zakat : “aduhh … nanti kalau saya setor juga ke lembaga mbak, ndak zakat yang saya kasih tahun ini kebanyakan”. Dan saya pun beristighfar dalam hati. “ya urusan saya dong saya mau zakat apa nggak”, jawab yang lain. Tapi ada juga yang dengan sangat bahagia karena merasa diingatkan, “ya besok saya transfer ya mbak, tolong laporannya disusulkan …”, sangat mudah. Ya, karena hati manusia berbeda-beda.
Hari ini Allah menegur saya, menegur kita, dengan seorang lelaki aneh yang setengah waras, yang dengan sumringah mendatangai amil zakat, menyucikan hartanya dengan infaq. Dan saatnya kita bertanya pada diri kita …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar