Kamis, 30 Oktober 2008

Pemimpin dan Komersialisasi Seks Rakyat

Sebenarnya manusia itu makhluk semacam apa ? aku ingin tahu …. Apa yang membuat manusia berbeda dengan makhluk bernama hewan, iblis, jin, dan malaikat. Malaikat pernah diperintahkan sujud pada adam, tapi iblis ada juga yang berbentuk manusia,bahkan dalam alquran allah pernah menyebut manusia bisa lebih buruk dari hewan. Lalu sebenarnya manusia itu makhluk yang seperti apa ?

Aku berkumpul dengan orang-orang yang membuatku nyaman. Merasa aman dan dicintai. Merasa tentram dan bahagia. Dan perjalanan panjang ini seperti perjalanan sidharta (jika benar-benar ada) atau mungkin seperti perjalanan musa (yang sudah merasa tahu banyak, tapi ternyata banyak tidak tahu). Sepanjang jalan aku terus mendebat dan bertanya, tanpa ada khidir yang memberiku jawaban dan mentor. Aku seperti menyusuri dunia yang berbeda. Padahal jalan kutapak ini masih bernama jawa tengah, kakiku masih berpijak di tanah, masih bertemu dengan realita yang nyata.

Kami berhenti di sebuah jembatan, memasuki jalan setapak di bawahnya menuju sebuah bangunan tua yang nyaris roboh. Di seberang jalan ada sebuaah baliho berikuran besar, bergmbar para caleg dari sebuah partai islam. Aku yakin, mereka adalah ustad dan ustadzah yang tak hanya bisa tilawah, tapi sedang berjuang mentransformasikan keagungan ajaran quran ke dalam realitas yang sebenarnya. Menjadikan bahasa langit turun ke bumi, masuk ke hati para manusianya, ada di hatinya, bahkan tegak dalam system pemerintahannya. Aku tersenyum, menyimpan optimism. Sejenak.

Kami memarkir motor di depan sebuah bangunan yang bertuliskan ‘losmen’ batu batanyanya bahkan sudah mulai berjatuhan. Gentengnya menghitam dan bolong, aku yakin pasti bocor waktu hujan. Lantainya semen jaman colonial yang sudah nyaris tak bisa dibedakan lagi dengan tanah kecuali kepadatannya. Aku masih mengobservasi bangunan tua yang bertuliskan ‘losmen’ itu. Dari luar hanya tampak sebuah pintu, dua buah jendela kayu yang sudah dipalang. Di luar berjajar beberapa becak bewrnaa merah dan sepeda motor. Sepintas tak ada yang menyangka jika ada kehidupan manusia di sana. Selayaknya losmen, ada beberapa kamar berjajar berhadapan. Pintu-pintunya tertutup pintu kau yang kusam dan lapuk. Berderik jika dibuka atau ditutup.

Di samping rumah ada sumur untuk mandi dan mencuci, harus manrik timba di sana dengan tali untuk mendapatkan airnya. Di sebelah sumur ada kamar mandi, setengah pintu, yang jika mandi di sana orang lain yang berjalan tentu dengan sangat jelas bisa melihat bagian atas pusar orang yang mandi. Antar lorong kamar ada jemuran bergelantungan, tak hanya baju tapi pakaian dalam, seprei, sarung dan segala macam kain.

“hari ini tidak ada orang, lagi pada keluar”, begitu aku salah seorang penghuni. Perempuan tengah baya yang sedang mencuci. Kami pun beranjak pulang,

Seorang teman merekam setiap sudut bangunan.

“harga sewanya lima ribu rupiah tiap kali pakai’ begitu penjelasan guide kami

“oooo … murah sekali ya”

“ya … mereka melakukan ML di atas tikar itu”, lanjut sang guide

“mas berapa tarif tiap kali ‘jajan’ di sini ? ”

“rata-rata sepuluh sampai tiga puluh ribu rupiah, harga rakyat ”.

Kami tak bisa mendefiniskan perasaan kami. Tikar rombeng yang tentu saja tak empuk, bahkan sebagian sudah dimakan ngengat dan kutu. Bau kamar-kamar itu seperti percampuran aneh dari urine manusia, kelelawar, tikus, kecoa, bau tanah dan lumut. Membayangkan hubungan macam apa yang bisa dilakukan manusia di tempat itu adalah sebuah gambar hitam bersemut di televisi. Kabur. Lebih tak bisa dibayangkan lagi, jika hubungan (seperti suami istri itu) dilakukan dengan pasangan waria yang sudah berulangkali gagal suntik silicon atau laki-laki yang bau, penuh keringat, daki dan berkulit kasar.

Aku melihat semua fragmen dari luar. Dalam hati sebenarnya sangat bersyukur, tempat itu sedang sepi. Tak ada aktivitas. Yang kuceritakn tentang detail di atas adalah hasil cerita temanku, juga pengamatan dari video yang sempat ia rekam.

“Ayo pulang …. Orangnya nggak ada”, begitu ajak temanku

Tujuan kami sebenarnya untuk menemui seorang PSK yang terkena HIV +, seorang perempuan paruh baya, bisu dan tuli pula. Kepala dinas kesehatan kota menitipkan uang setelah kami menceritakan keadaannya. Wanita berumur lebih dari empat puluh tahun itu masih terus menjalankan aktivitas seksualnya. Begitu keterangan sang guide.

Aku memang ingin segera pulang … saat kami membelokkan motor, seorang lelaki bersepeda motor datang, sepertinya ingin mencari seseorang, tapi sama dengan kami—ia tak berhasil menemui orang yang ia maksud. Dari dalam ruangan, dua orang anak muda keluaar lewat pintu. Hatiku tergores, salah seorang dari mereka masih memakai seragam SMA. Kepalaku bertambah pusing.

Di seberang jalan foto para caleg itu masih tersenyum. Aku berdoa, mudah-mudahan mereka diberi kekuatan oleh Allah untuk menyelesaikan permasalahan umat. Menjadi pemimpin di negeri bernama Indonesia ini pasti berat, sangat berat, mungkin akan sangat panjang hisabnya. Tapi aku juga heran, mengapa banyak yang berminat mengajukan diri, bukan karena diminta partai untuk maju… Aku berdoa untuk diriku, “banyak hal”.

Kepalaku makin pusing. Telingaku mengiang-ngiang kata-kata : “dan tiap-tiap kamu akan dimintai pertanggungjawabnnya … ”

Surakarta, 100 tahun sumpah pemuda (14.12 WIB)

Tidak ada komentar: