Kamis, 30 Oktober 2008

tantangan orang dewasa

Menjadi orang dewasa seringkali memang tak mudah. Justru karena ia tak lagi bisa berpikir sebebas anak-anak, berpikir tentaang apa saja, bertanya apapun, melakukan apapun yang ia inginkan. Memang tak lagi mudah karena ia tak lagi bisa menangis spontan, kapan pun ia mau. Menjadi orang dewasa adalah masa di mana kita kadang harus terpaksa tersenyum, saat sedih. Menahan tangis, saat kita ingin tersedu-sedu. Menjadi orang dewasa seringkali tak mudah, Karena ternyata masalah tak selesai hanya dengan menangis. Ketika orang-orang dis amping kita tak mengerubungi penuh cemas, melihat kita bersedih. Karena orang dewasa harus banyak belajar, menyelesaikan masalahnya, sendiri saja.

Menjadi dewasa makin tak mudah, Karena kita merasa sungkan mengespresikan cinta kita dengan mencium lembut. Makin lama kita makin menahan diri untuk secara jujur mengungkapkan emosi kita, tanpa membuat orang lain sakit hati.


Entahlah, saat makin jauh dari masa anak-anak kita jadi makin lupa bagaimana rasanya hal-hal kecil bisa membahagiakan kita. Sepotong permen, sebentuk gambar aneh, atau bisa mandi sendiri. Kita makin bingung dengan makna berhasil, kita makin tak tahu bagaimana caranya bmensyukuri keberhasilan ‘kecil’ sebagai nikmat yang besar. Makin jauh dari masa kanak-kanak, kita makin lupa bagaimana caranya tersenyum tulus, senyum menggemaskan yang membuat orang lain ikut bahagia.

Apa yang sebenarnya terjadi pada orang dewasa … mengapa kita sering membuat sesuatu yang sebenarnya mudah menjadi sulit ? mengapa kita tak lagi menikmati indahnya berusaha, tertaih-tatih, membalikkan badan, merangkak, berdiri, berjalan jatuh bangun hingga akhirnya bisa tegak berjalan. Meski menangis, anak-anak tak pernah berhenti berusaha lagi. Anak-anak bisa begitu menikmati indahnya berusaha, tanpa meraasa tertekan, tanpa terbebani. Menikmati perjuangan dengan kesungguhan, itulah yang harus kita pelajari lagi.

Menjadi orang dewasa seringkali sulit, karena kita nyaris kehilangan rasa penasaran kita, nyaris berhenti untuk menanyakan hal-hal yang sebenarnya tidak kita tahu : ini apa ? untuk apa ? kenapa begitu ? Pahala itu apa ? Emang Tuhan rumahnya dimana ? kita telah merasa tahu, meski kita tidak benaar-benar tahu. Menjadi orang dewasa seringkali sulit, kegairahan pembelaajar itu rasanya menguap perlahan, dan kita pun menahan diri untuk menciptakan maha karya kita. Kita merasa bahwa sampan dari kulit jeruk bali adalah hal yang sepele, kita merasa berhasil membuat pesawat kertasa adalah hal yang bodoh. Dan kita mulai belaajar untuk tidak menghargai ‘hal-hal kecil’, karenaa itu kita kesulitan menghasilkan hal-hal besar.

Mungkin orang dewasa serringkali merasa telah memiliki banyak hal, telah sedemikian berkuasa, telah mengecap banyak asin-manisnya kehidupan; dan merasa tak perlu belajar lebih banyak lagi. Semangat dan kegairahan adalah milik anak muda. Mungkin itu yang ada di pikirannya. “sudahlah tak usah macam-macam, kita kan sudah mulai tua”. Dan orang dewasa membangun sedemikian banyak tembok baru dalam hidupnya. Menjadikan hidupnya kian sempit dan sesak, kehilaangan pemandangan indah yang terhampar di sekitarnya. Dan menjadi bahagia adalah hal yang kian sulit dirasakan.

Apa yang sebenarnya mereka miliki dan perlahan menghilang dari diri kita ?

Tapi menjadi orang dewasa adalah sebuaah kebutuhaan, sebuah kemestian yang tak bisa dielakkan. Kembali menjadi anak-anak adalah sebuah kemuinduran. Terutama jika, ingin begitu mudahnya melepaskan sedemikian banyak tanggungjawab di punggung kita. Karena waktu tak bisa di-undo. Masa kanak-kanak itu adalah sebuah masa yang bernama kenangan. Masa yang tak kembali.

Kita kini, mungkin harus duduk di tepoi taman bermain. Memperhatikan anak-anak kecil bermain, memanjat pohon, berayaun, bahkan bertengkar. Mengobservasi manusia-manusia jujur itu, lalu mengambil sebanyak mungkin hikmah. …

Tidak ada komentar: