Jumat, 27 Maret 2009

KITA

Saat yang lain masih tidur, kita sudah terjaga, siap-siaga
Saat yang lain bingung, kita sudah berpikir
Saat yang lain bimbang, kita sudah mengambil keputusan
Saat yang lain belajar, kita sudah mengajarkan
Saat yang lain baru membuka mata, kita sudah berjalan
Saat yang lain berjalan, kita sudah berlari
Saat yang lain berlelah-leha, kita sudah berjuang sekuat tenaga
Saat yang lain hanya berpikir tentang dunia, kita sudah menyiapkan akhirat
Menembus ruang, batas dan waktu
Melampaui hari ini dan masa lalu
Tak hanya berpikir tentang dirinya sendiri, tapi tentang manusia lainnya dan alam
Perjuangan Ini memang tak mudah
Karena itu harus bersegera dan bersungguh-sungguh
Di jannatul Firdaus …
Akhir cinta dan Mimpi besar Kita
Tersenyum, bergandengan tangan … Menatap wajah Allah, tersenyum pada Kita

Kado pernikahan
Situbondo, 6 Muharram 1429h

Kado Pernikahan
Bagimu perempuan salihah ....


Semua yang beriman ingin menikah (insyaallah)
Karena menikah mulia, mengikuti sunnah, mengandung banyak kebaikan

Tapi keinginan menikah berbeda dengan kesediaan menikah
Keinginan menikah berbeda dengan keyakinan untuk melakukan pernikahan dengan seseorang
Meski semua memang berawal dari ingin ...

Tapi ingin hanya sekedar akan jadi kata dan angan
Jika kita tak memiliki kesadaran, hasrat yang kuat untuk benar-benar berusaha mampu menikah
Karena kita sedang bicara tentang separuh din, tentang iman
tentang komitmen, mitsaqon ghalida

Karena persoalan menikah adalah sebuah pilihan kesadaran
Kerelaan ihlas, kesiapan berjuang, dan tanggungjawab

Karena itu tanyalah lagi jiwa :
”apa yang membuatmu menerima laki-laki itu sebagai pengantinmu ?”
”apa yang membuatmu ridha mengatakan ’iya’ atas pinangannya ?”
”apa yang membuatmu siap untuk menerimanya sebagai qawwam, dengan segala konsekuensinya ?”
”apa yang membuatmu ikhlas meninggalkan orang tua yang berbilang puluh tahun membesarkanmu, pergi bersama seorang lelaki’asing untuk berjuang bersama ?”
”apa yang membuatmu rela membuka auratmu, jiwamu, sejarahmu, rahasiamu ... tinggal bersama dengan laki-laki ’asing’ itu? Bersamanya, menjaga rumah dan amanahnya ? dan tetap bersamanya dalam segala keadaan ? ”

Tanyalah lagi ... bicaralah pelan-pelan dengan jiwa
Bersihkan yang keruh
Luruskan yang melenceng
Kuatkan yang melemah
Niat memang tak terucap, tapi terasa getarnya di jiwa
Jadi sebuah bulatan bernama tekad, jadi energi bernama ridho, jadi dorongan bernama syukur, jadi gelombang kuat cinta, hasrat ...
Jadi kesabaran dan tawakkal

Sebab yang abadi akan menghasilkan kebadian
Sebab yang kuat akan menghasilkan akibat yang kuat

Maka niatkanlah karena Allah, ibadah, dakwah
Insyaallah barakah ....

Kita telah menetapkan pilihan, bukan sekedar memilih

Setelah itu kita hanya butuh percaya
Bahwa kita dengan sepenuh jiwa telah memilih
Memilih mengikuti kata hati yang bening
Kita hanya butuh percaya bahwa kita telah mengambil keputusan yang tepat
Saat mengatakan iya atas pinangannya
Saat mengangguk mantap untuk menikah dengannya
Saat memangis bahagia setelah akad ijab kabul terucap

Setelah itu kita hanya butuh percaya
Bahwa Allah Maha benar dengan segala janjinya
Maha kuasa dengan segala kekuatan dan kasih sayangnya
Kita hanya butuh percaya
Untuk bersungguh-sungguh menumbuhkan cinta
Mencintai orang yang menikahi kita
Menikahi orang yang mencintai kita
Siap berjuang dengannya
Siap taat menjadi jundi, suami qawwamnya
Siap untuk ridha dan bersyukur sepenuh hati
Siap untuk saling menasihati dengan cara yang makruf
Siap untuk membuka diri dan berkomunikasi dengan tepat
Siap melipatgandakan energi jiwa menjadi istri salihah

Menanggung semua konsekuensi atas janji suci yang kita sepakati
Bahwa pernikahan yang kita masuki bukan surga yang sudah siap dinikmati
Tapi keindahan yang harus diupayakan

Selamat berjuang ukhti ....
Doa kami menyertai


Buat agung

Hati telah menetapkan pilihan
Yakin sepenuh jiwa, bahwa diri benar-benar telah siap menjadi lelaki
Yang akan memimpin seorang perempuan

Dengan ijab-kabul
Bersumpah atas nama Allah,mengguncang Arsy Nya dengan keihlasan
Menjadi imam, qawwam
Dari seorang perempuan ...
Yang kita ambil dari orang tuanya
Menggandengnya di sisi, mengambil alih tanggungjawab itu ke pundak kita

Maka bawalah ia ke rumahmu dengan sepenuh Iman
Bahwa kau memulai semua perjalanan ini atas nama Allah
Maka tetaplah bersama Allah
Dekat bersama-Nya
Karena Dialah yang akan menguatkan saat lemah, meringankan saat berat, melapangkan saat sempit, memelihara dalam waktu yang lama

Karena Allah pemilik cinta, penumbuh rasa, pemelihara emosi jiwa
Maka ikutlah irama iman
Melangkah bersama harmoni hati yang bening
Cintailah dengan ihlas
Bersabarlah dengan segala ketidaksempurnaan pasangan
Dan sentuhlah hati dengan hati
Karena perempuan adalah tulang yang bengkok
Jangan paksa kau luruskan, tapi nikmatilah kebengkokannya

Ketika seorang wanita menerima pinangan lelaki
Sebenarnya ia sedang belajar percaya
Bahwa lelaki itu bisa dipercaya
Untuk berbagi pundak saat lemah, menyediakan telinga dan hati untuk mendengar suka dan duka
Saat perempuan menerima pinangan lelaki sebagai pengantinnya
Sebenarnya ia mencoba berhusnudzon
Bahwa kesalihannya membuat dirinya aman dan tentram menjalankan hidup
Maka peliharalah kesalihan
Saat seorang permpuan setuju berpisah dari perwalian orang tuanya
Saat itu ia mencoba percaya
Bahwa lelaki yang ia terima pinangannya, tak akan menyia-nyiakan dirinya

Semua perempuan merasa khawatir
Saat ia menerima ’orang asing’ yang datang tiba-tiba di kehidupan dewasanya
Meninggalkan orang-orang terkasih yang membersamai sejak kecilnya
Menanggalkan kesenangan pribadinya, berhikmat menjadi istri di rumah barunya
Maka yakinkan ia dengan cinta
Jadikan ia tentram dengan ikhtiar yang nyata
Jadikan ia terpesosna dengan kelembutan dan kasih sayangmu
Jadikan ia ridha dengan bimbingan dan arahanmu

Dan mulailah
Karena cinta tak akan tumbuh jika tak ditumbuhkan
Dan bersegeralah
Jika bukan saat ini, lalu kapan?
Bukankah kita memulai dengan nama Allah ?
Berazam mengikuti sunnah RasulNya ?

Maka ikutilah sunnah – sunnah yang lain
Bukan karena terpaksa, tapi ingin lebih banyak mencari ridha-Nya

(kado pernikahan untuk sahabat)




Kamis, 13 November 2008

Sebuah Rahasia Menjadi Pemenang

(disarikan dari sebuah tulisan seseorang …)

Pada suatu hari ada segerombol katak-katak kecilyang menggelar lomba lari

Tujuannya adalah mencapai puncak sebuah menara yang sangat tinggi.

Penonton berkumpul bersama mengelilingi menara untuk menyaksikan perlombaan dan memberi semangat kepada para peserta...

Perlombaan dimulai...

Secara jujur:
Tak satupun penonton benar2 percaya bahwa katak2 kecil akan bisa mencapai puncak menara.
Terdengar suara:
"Oh, jalannya terlalu sulitttt!!
Mereka TIDAK AKAN PERNAH sampai ke puncak."

Yang lain berkata :

"Tidak ada kesempatan untuk berhasil...Menaranya terlalu tinggi...!!

Katak2 kecil mulai berjatuhan. Satu persatu...

... Kecuali mereka yang tetap semangat menaiki menara perlahan- lahan semakin tinggi...dan semakin tinggi..

Penonton terus bersorak

"Terlalu sulit!!! Tak seorangpun akan berhasil!"

Lebih banyak lagi katak kecil lelah dan menyerah...

Tapi ada SATU yang melanjutkan hingga semakin tinggi dan tinggi...

DIA TIDAK AKAN MENYERAH!!!

Akhirnya yang lain telah menyerah untuk menaiki menara. Kecuali satu katak kecil yang telah berusaha keras menjadi satu-satunya yang berhasil mencapai puncak!
SEMUA katak kecil yang lain ingin tahu bagaimana katak ini bisa melakukannya?

Seorang peserta bertanya bagaimana cara katak yang berhasil menemukan kekuatan untuk mencapai tujuan?

Ternyata, Katak yang menjadi pemenang itu TULI!!!!

Katak yang menjadi pemenang itu TULI!!!!

karena mereka mengambil sebagian besar mimpimu dan menjauhkannya darimu.

Selalu pikirkan kata2 bertuah yang ada.

Karena segala sesuatu yang kau dengar dan kau baca bisa mempengaruhi prilakumu!

Tetaplah selalu berpikir positif

Kadangkala penting berlaku tuli terhadap orang-orang di sekitar kita yang berkata-kata negatif, pesimis dan membuat lemah semangat

Percayalah, bahwa niat yang baik akan selalu mendapat pertolongan untuk mewujudkankannya. Berniat baik, benar, dan lakukan

Ingatlah :

Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib dan yang tersembunyi, kemudian akan diberitakan-Nya kepada kamu tentang apa yang telah kamu perbuat".

(Q.S At –Taubah 105)

Badui itu pun menggendong ibunya …


Amru bin Jamad pernah berkata “salah seorang sahabat bertutur pada kami, suatu hari Ali bin abi Thalib dan Umar bin Khattab bertawaf bersama di baaitullah. Tiba-tiba ia mendapati seorang badui menggendong ibunya sambil bertawaf di seputar ka’bah. Orang badui itu berdendang :

Aku adalah hewan tunggangan ibuku yang tidak pernah lari darinya

Jika sang penumpang kelelahan, aku tidak pernah lelah sedikitpun

Pengorbanan ibu saat melahirkan dan menyusui jauh lebih besar

Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah

Inilah aku datang memnuhi panggilan-Mu”

Menyimak lantunan sang badui itu, Ali bin abi Thalib berkata padaa Umar ibnu Khattab : “wahai Abu Hafs, ayo kita bergabung dengan orang itu melakukan thawaf lagi. Semoga Allaah menurunkaan kasih sayangnya pada orang itu dan kita beroleh berkahnya.”

Maka ketika orang badui itu memasuki pelataran ka’bah dan memulai Thawaf sambil melantunkan :

Aku adalaah hewan tunggangan ibuku yang tidak pernah lari darinya

Jika sang penumpang kelelahan, aku tidak pernah lelah sedikitpun

Pengorbanan ibu saat melahirkan dan menyusui jauh lebih besar

Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah

Inilah aku datang memnuhi panggilan-Mu”

Ali bin Abi Thalib tak kuasa menahan haru hatinya, ia berujar “sungguh kebaktiannya sangat mengagumkan. Apa yang dilaakukannya adalah bentuk kesyukuran paling nyata. Semoga Allah membalas budi baktimu dengan balasan yang jauh dari perkiraan setiap insan”


Tapi apakah ini sudah cukup mampu membalas kebaikan ortu ?

Suatu hari, ada orang yang Thawaf sambil menggendong ibunya. Orang yang mengantar ibunya thawaf itu bertaanya pada Rasulullaah SAW , “apakah aku sudah menunaikan hak ibuku ?” rasulullah SAW menjawab “belum, bahkan sedetak nafas pun ”


Dan masih belum cukup

Suatu hari aada seorang sahabat berkata paada Umar Ibnu Khaattab : “sesungguhnya ku memiliki ibu yang telah udzur usia. Setiap kali ia ingin membuang hajat, aku meenggendongnya. Adakah itu berarti aku telaah menunaikan haknya ?” Umar ibnu Khattab menjawab “Belum, sebab ibumu sengaja melakukan itu agar engkau tinggal dekat bersamanya, sedangkan engkau memang melakukan hal itu, namun hatimu ingin berpisah dengannya”

Kekuatan Mimpi

Aku punya mimpi, apa lagi yang lebih kuat dari itu.Mimpi tentang surga yang jauh, yang hanya bisa dirangkai tangganya dari bahan kehidupan, kehidupan yang dekat dan nyata. Surga adalah mimpi terbesar, kenyataan terjauh, sumber kekuatan terdekat.

Jangan takut bermimpi, jika bermimpi saja kita takut, lalu kekuatan apa yang akan kita dapatkan untuk mewujudkannya. Sejauh mana kita meyakini sebuah mimpi, sebesar itulah kekuatan yang kita punya. Itulah kekuatan kita, kekuatan optimism, kekuatan harapan, kekuatan bahwa masa depan itu adalah waaktu yang akan kita temui juga. Bermimpilah, mimpi yang tak tampak hari ini, mimpi yang gaib. Karena semua yang terjadi, dulunya bernama harapan, bernaama mimpi, tak tampak badannya.

Percayalah pada mimpi besarmu. Lakukan dari yang kecil. Karena mimpi adalah kunci untuk kita taklukkan dunia. Dan jangan lelah, jangan berhenti sebelum semua itu jadi nyata. Jangan berhenti, please. Pada siapa lagi aku bisa berharap selaain pada diriku dan Allah. Karena ternyata, hanya itu yang aku miliki. Aku hanya punya diriku yang bisa kupaksa berjuang, yang bisa kuharpkan berkorban, yang bisa kuajak berlari. Aku Cuma punya Allah untuk bercerita, mengadu pada manusia hanya akan menaambah bebaan mereka, membuat mereka sedih. Aku Cuma punya Allah untuk meminta, kekuatan bertahan dan kembali berjalan, kekuatan untuk percaya : bahw Allah tak akan memberiku beban yang aku tak sanggup memikulnya. Karenaa itu aku meminta untuk percaya, percaya pada kekuatan berharap, pada kekuatan ikhtiaar. Bahwa tak ada usaha yang sia-sia, mungkin hari ini tak mampu merobohkan tembok masalah itu, tapi lumpur yang kulemparkan bertubi-tubi, akan meninggalkan bekaas di sana. Menjadi ruh untuk biji-biji harapan, dan hujan akan membuat akar-akarnya tumbuh, daunnya menghijau, makin banyak, hingga kekuatan akar-akar asa itulah yang akan merobohkan tembok besar itu.

Kita memang tak mungkin menciptakan tanaman, tapi kita bisa menyediakan tanahnya untuk tumbuh, memeliharanya dengan air kesabaran. Dan matahari, angin, hujan yang akan menaungi tumbuhnya, menjadi besar. Maka bermimpilah, karena ketika kita bermimpi, bangun dari tidur dan berusaha … maka alam akan memeliharanya, hingga waktu mengantarkannya jadi nyata. Mimpilah, jangan tidur lagi

Kamis, 30 Oktober 2008

Pemimpin dan Komersialisasi Seks Rakyat

Sebenarnya manusia itu makhluk semacam apa ? aku ingin tahu …. Apa yang membuat manusia berbeda dengan makhluk bernama hewan, iblis, jin, dan malaikat. Malaikat pernah diperintahkan sujud pada adam, tapi iblis ada juga yang berbentuk manusia,bahkan dalam alquran allah pernah menyebut manusia bisa lebih buruk dari hewan. Lalu sebenarnya manusia itu makhluk yang seperti apa ?

Aku berkumpul dengan orang-orang yang membuatku nyaman. Merasa aman dan dicintai. Merasa tentram dan bahagia. Dan perjalanan panjang ini seperti perjalanan sidharta (jika benar-benar ada) atau mungkin seperti perjalanan musa (yang sudah merasa tahu banyak, tapi ternyata banyak tidak tahu). Sepanjang jalan aku terus mendebat dan bertanya, tanpa ada khidir yang memberiku jawaban dan mentor. Aku seperti menyusuri dunia yang berbeda. Padahal jalan kutapak ini masih bernama jawa tengah, kakiku masih berpijak di tanah, masih bertemu dengan realita yang nyata.

Kami berhenti di sebuah jembatan, memasuki jalan setapak di bawahnya menuju sebuah bangunan tua yang nyaris roboh. Di seberang jalan ada sebuaah baliho berikuran besar, bergmbar para caleg dari sebuah partai islam. Aku yakin, mereka adalah ustad dan ustadzah yang tak hanya bisa tilawah, tapi sedang berjuang mentransformasikan keagungan ajaran quran ke dalam realitas yang sebenarnya. Menjadikan bahasa langit turun ke bumi, masuk ke hati para manusianya, ada di hatinya, bahkan tegak dalam system pemerintahannya. Aku tersenyum, menyimpan optimism. Sejenak.

Kami memarkir motor di depan sebuah bangunan yang bertuliskan ‘losmen’ batu batanyanya bahkan sudah mulai berjatuhan. Gentengnya menghitam dan bolong, aku yakin pasti bocor waktu hujan. Lantainya semen jaman colonial yang sudah nyaris tak bisa dibedakan lagi dengan tanah kecuali kepadatannya. Aku masih mengobservasi bangunan tua yang bertuliskan ‘losmen’ itu. Dari luar hanya tampak sebuah pintu, dua buah jendela kayu yang sudah dipalang. Di luar berjajar beberapa becak bewrnaa merah dan sepeda motor. Sepintas tak ada yang menyangka jika ada kehidupan manusia di sana. Selayaknya losmen, ada beberapa kamar berjajar berhadapan. Pintu-pintunya tertutup pintu kau yang kusam dan lapuk. Berderik jika dibuka atau ditutup.

Di samping rumah ada sumur untuk mandi dan mencuci, harus manrik timba di sana dengan tali untuk mendapatkan airnya. Di sebelah sumur ada kamar mandi, setengah pintu, yang jika mandi di sana orang lain yang berjalan tentu dengan sangat jelas bisa melihat bagian atas pusar orang yang mandi. Antar lorong kamar ada jemuran bergelantungan, tak hanya baju tapi pakaian dalam, seprei, sarung dan segala macam kain.

“hari ini tidak ada orang, lagi pada keluar”, begitu aku salah seorang penghuni. Perempuan tengah baya yang sedang mencuci. Kami pun beranjak pulang,

Seorang teman merekam setiap sudut bangunan.

“harga sewanya lima ribu rupiah tiap kali pakai’ begitu penjelasan guide kami

“oooo … murah sekali ya”

“ya … mereka melakukan ML di atas tikar itu”, lanjut sang guide

“mas berapa tarif tiap kali ‘jajan’ di sini ? ”

“rata-rata sepuluh sampai tiga puluh ribu rupiah, harga rakyat ”.

Kami tak bisa mendefiniskan perasaan kami. Tikar rombeng yang tentu saja tak empuk, bahkan sebagian sudah dimakan ngengat dan kutu. Bau kamar-kamar itu seperti percampuran aneh dari urine manusia, kelelawar, tikus, kecoa, bau tanah dan lumut. Membayangkan hubungan macam apa yang bisa dilakukan manusia di tempat itu adalah sebuah gambar hitam bersemut di televisi. Kabur. Lebih tak bisa dibayangkan lagi, jika hubungan (seperti suami istri itu) dilakukan dengan pasangan waria yang sudah berulangkali gagal suntik silicon atau laki-laki yang bau, penuh keringat, daki dan berkulit kasar.

Aku melihat semua fragmen dari luar. Dalam hati sebenarnya sangat bersyukur, tempat itu sedang sepi. Tak ada aktivitas. Yang kuceritakn tentang detail di atas adalah hasil cerita temanku, juga pengamatan dari video yang sempat ia rekam.

“Ayo pulang …. Orangnya nggak ada”, begitu ajak temanku

Tujuan kami sebenarnya untuk menemui seorang PSK yang terkena HIV +, seorang perempuan paruh baya, bisu dan tuli pula. Kepala dinas kesehatan kota menitipkan uang setelah kami menceritakan keadaannya. Wanita berumur lebih dari empat puluh tahun itu masih terus menjalankan aktivitas seksualnya. Begitu keterangan sang guide.

Aku memang ingin segera pulang … saat kami membelokkan motor, seorang lelaki bersepeda motor datang, sepertinya ingin mencari seseorang, tapi sama dengan kami—ia tak berhasil menemui orang yang ia maksud. Dari dalam ruangan, dua orang anak muda keluaar lewat pintu. Hatiku tergores, salah seorang dari mereka masih memakai seragam SMA. Kepalaku bertambah pusing.

Di seberang jalan foto para caleg itu masih tersenyum. Aku berdoa, mudah-mudahan mereka diberi kekuatan oleh Allah untuk menyelesaikan permasalahan umat. Menjadi pemimpin di negeri bernama Indonesia ini pasti berat, sangat berat, mungkin akan sangat panjang hisabnya. Tapi aku juga heran, mengapa banyak yang berminat mengajukan diri, bukan karena diminta partai untuk maju… Aku berdoa untuk diriku, “banyak hal”.

Kepalaku makin pusing. Telingaku mengiang-ngiang kata-kata : “dan tiap-tiap kamu akan dimintai pertanggungjawabnnya … ”

Surakarta, 100 tahun sumpah pemuda (14.12 WIB)

Pemuda dan Kompleksitas Seksualitas

Hari sumpah pemuda. Hari ini aku diajak melihat lebih dekat pemuda Indonesia. Solo hari ini sibuk, di tiap pojok kota memerah. Khari ini sang ibu soan ke solo. Segerombolan orang berseragam merah, partisan sebuah partai politik tumpah ke jalan. Laki-laki perempuan, tua-muda, bahkan anak-anak. Tapi wajah-wajah itu sebagian besar adalah wajah-wajah para pemuda Indonesia. Katanya hari ini akan dipasang 28.000 bendera merah putih. Symbol kebangkitan negeri dan kaum mudanya. Lalu jalan menjadi ramai seketika, motor disetel menderu-deru, tanpa helm, bertiga di atas motor … klakson bersahutan, seperti mengusir para pengguna jalan yang melaju pelan. Dan polisi mengatur perlahan, tak beranjak dari tempatnya. Dan para pengguna jalan pun hanya bisa menggerutu, seolah maklum … pemakluman yang sejak lama. Dan hari ini masih 28 oktober 2008, 100 tahun sumpah pemuda.

Kami berbelok ke kantor GF ATM untuk Surakarta. Berbicara dengan pria setengah baya, coordinator GF Surakarta. Di sana kami dihidangkan angka-angka penderita HIV yang jumlahnya sudah ratusan, mulai dari swasta, pns, mahasiswa sampai ibu rumah tangga. Beberapa diantaranya meninggal, yang lain dalam perawatan atau CST kami menyebutnya tiap tahun jumkahnya tak pernah turun, selalu bertambah kasus baru dan meningkat kurvanya. Baguss kalau dilihat oleh funding, artinya jumlah jangkauan makin baik. Makin banyak kasus terungkap makin banyak program intervensi yang bisa dilakukan, tentu saja bukan intervensi untuk berbuat mereka berhenti melakukan aktivitas seksual berisiko—tapi menganjurkan mereka berperilaku hidup sehat. Kami tiap hari belajar untuk tidak lagi berpikir bahwa “say no to free sex” adalah saran yang baik dikatakan pada komunitas hig risk. Kami diajari tidak menularkan penyakit, selain itu terserah –bukan urusan para petugas kesehatan. Kalimat itu terdengar seperti doktrin. Kami menyekat wilayah—membatasi diri pada kesehatan, lalu yang lain urusan siapa ? urusan privat, itu pilihan pribadi, begitu pendapat seorang dosen. Ya serahkan saja pada para rohaniwan dan pemuka agama, serahkan saja para para da’i. Aku tersenyum getir, da’I mana yang mau turun ke daerah segelap itu ? berbicara lugas dan lantang “jauhilah zina, sesungguhnya zina adalah salah satu dosa yang besar … bertaubatlah”. Tiba-tiba aku teringat nabi luth, aku teringat yusuf ….

Pertanyaan itu seperti mengejek diriku sendiri, mengejek teman-temanku. Mengejek kita yang mengaku beragam dan beriman. Bahkan mungkin para pemuka agama, dai, dan ulama-ulama itu bahkan tidak tahu bahwa pelaku maksiat itu sangat banyyaaak. Dan kita kian permisif … (kita ?). merdeksi kemaksiatan yang besar itu hanya dalam angka-angka, menganggapnya sekedar fenomena, dan bekata “astaghfirullah”. Dadaku sesak, ternyata iman ini masih selemah-lemahnya.

Kami disodorkan kertas …. Kelompok berisiko di Surakarta dan jawa tengah : dan tersebutlah nama-nama itu : pengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial—psk, sebuah istilah yang dianggap lebih manusiawi dari pelacur, lalu pelanggan seks komersial, homoseksual dan waria, narapidana, ibu rumah tangga … dan angka akumulasi di table paling bawah itu menunjukkan empat digit saudara … ribuan orang. Bahkan komunitas homoseksual di Semarang yang terdata lebih dari seribu tujuh ratus, ratusan juga jumlahnya di daerah kudus, pati, tegal, purwokerto, cilacap …. Angka di kertas itu, tentu saja adalah manusia; punya kepala, punya badan dan jiwa.

Dan yang membuat kami excited jumlah uang yang dikeluarkan lembaga donor ternyata masyaallah. Lebih dari sembilan digit untuk satu lsm saja. ‘bantuan’ yang aku yakin tak mungkin benar-benaar ikhlas tanpa pamrih apa-apa. Untuk uang sebesar itu, aku sulit membayangkan tanpa ‘misi apa-apa’ selain kemanusiaan. Maklum, aku termasuk orang yang amerikaphobia. Yahudiphobia.

Dalam teori promosi kesehatan kami diajari untuk meyakinkan para stake holder bahwa : tiap orang, tiap pihak punya kepentingan ! kepentingan untuk mencegah HIV, IMS lain dan AIDS ini agar tidak menyebar lebih luas dan dahsyat. Tentu saja, ketidakpedualian akan realitas ini akan membuat bola liar virus itu makin tak terkendali … makin banyak yang terjangkit, makin banyak resiko social yang harus ditanggung, makin banyak cost yang harus dikeluarkan. Para lsm bahkan kpad sendiri jiks bekerjasama dengan funding luar negeri tersebut tentu saja harus mengukuti ‘sub agreement’ yang telah ditentukan oleh funding. Jadi apa yang akan dikerjakan oleh lsm maupun lembaga lain yang diajak bekerjasama itu harus sesuai dengan Mou yang telah dirancang oleh pemberi donor. Begitu juga dengan masalah pelaporan. Wajar jika beda funding beda program, beda dana beda pelaporan, beda segmentasi, beda dukungan. Dan ‘kita’ telah benar-benar sangat terikat dengan lembaga funding. Nyaris sebagian besar sumber keuangan dari funding—bahkan ada lsm yang sengaja didirikan untuk menjadi lembaga yang bisa mencairkan dana funding yang nganggur, selesai kerjasama dengan funding, selesai pengabdian. Dan aku makin pesimis dengan kata pengabdian, ketulusan, kemurnian hati dan rasa social yang tinggi.

Yang menjadi paradox lain adalah, funding internsional itu bisa menjamah hingga tingkat kabupaten secara langsung. Tanpa birokrasi satu pintu yang ruwet, seperti tangan panjang—kalau tak mau disebut panjang tangan : intervensi internasional bisa langsung dilakukan ! dan ini ternyata tentu saja membuat para stakeholder daerah senang … ada yang meringankan tugas mereka.

Ketika bertemu dengan salah satu lsm yang menjangkau para pelacur dan waria, setengah berkelakar mereka berkata “kalau ngomong masalah dana kenapa funding lebih tertarik untuk membiayai komunitas homoseksual ?”

“ya pintar-pintarnya kita melobi lah … teman-teman kita kan banyak juga yang nyumbang, ya tiga ratus empat ratus (ribu) kan banyak juga kalau dikumpulkan ”, begitu jawab sang aktivis komunitas gay.

“hahaa … kalian bisa narik sumbangan ke anggota, lah anggota kami baru bisa makan kalau ‘jualan’ … ”

Hatiku makin tergores. Ketika seks menjadi gaya hidup, yang lain menjadikan seks sebagai cara bertahan hidup. Hatiku makin mencelos …. Kadang ada beda yang sangat tipis antara menolong dan memanfaatkan. Antara melihat peluang dan tantangan.

Kami masih berdiskusi, belum habis rasa heran dan penasaran … bahwa ternyata dunia yang kami temui dibaalik ruang kantor dan kuliah adalah dunia yang tak hanya hitam putih. Ada sekian ribu gradasi warna, campur baur hingg tak jelas batasnya. Dan tiba-tiba aku ingin ke toilet, perutku mual.